Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, telah mengeluarkan desakan agar komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mundur dan menilai bahwa mereka tidak layak untuk melanjutkan tahapan Pilkada.
Hal ini berkaitan dengan pemecatan Hasyim Asy’ari dari jabatan Ketua dan Anggota KPU atas dugaan tindakan asusila. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapinya dengan sikap berbeda. Ia menyatakan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap KPU dan penilaian bahwa lembaga tersebut tidak boleh bergantung pada satu individu.
“Saya belum membaca cuitan itu. Tapi pendapat saya, ya kita awasi bersama-sama KPU, ya,” ungkap Tito Karnavian saat ditemui wartawan di Gedung Juang KPK pada Senin (8/7).
Ia menambahkan, “Jangan bergantung satu orang. Sistemnya berjalan gitu.”
Sebelumnya, Mahfud MD mengungkapkan rasa terkejutnya atas keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Hasyim dari jabatannya di KPU. Menurutnya, saat ini KPU tidak layak untuk menyelenggarakan Pilkada 2024.
“Secara umum, KPU kini tak layak menjadi penyelenggara Pilkada yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. Pergantian semua Komisioner KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda Pilkada November mendatang,” ungkap Mahfud di akun media sosialnya pada Minggu (7/7).
“Juga tanpa harus membatalkan hasil Pemilu yang sudah selesai diputus atau dikonfirmasi oleh Mahkamah Konstitusi. Pilpres dan Pileg 2024 sebagai hasil kerja KPU sekarang sudah selesai, sah, dan mengikat,” tambahnya.
Tito dan Mahfud menunjukkan sikap yang berbeda terkait isu tersebut. Terlepas dari itu, peran KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu oleh rakyat Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Diperlukan pengawasan yang ketat agar KPU dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin dan tidak terjerumus pada masalah yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Sebagai pengelola Pemilu, KPU harus mampu menjunjung tinggi integritas, profesionalitas, dan moralitas serta menampilkan kinerja yang transparan. Pengawasan dari berbagai pihak termasuk instansi terkait, DPR, dan pihak lainnya juga penting untuk memastikan bahwa KPU dapat bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dengan berbagai tantangan dan kritik yang dihadapi oleh KPU, keberadaan lembaga tersebut dalam menyelenggarakan Pilkada dan pemilu-pemilu di masa mendatang perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat agar tetap menjunjung tinggi kepercayaan publik dan kepatuhan terhadap prinsip demokrasi.
Selain itu, kesadaran dan peran serta partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu juga sangat diperlukan. Partisipasi aktif ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengawasi proses pemilihan, mendukung inisiatif-inisiatif yang mendorong transparansi, serta memberikan masukan dan kritik yang konstruktif kepada KPU.
Sehingga, dengan adanya penetrasi yang kuat dari pihak-pihak terkait, tentu hal ini dapat memperkuat wasit persaingan politik dan menghindarkan upaya-upaya korupsi dalam berbagai bentuk. KPU sebagai lembaga independen harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa adanya intervensi dari kepentingan politik tertentu.
Keberhasilan penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kinerja KPU semata, melainkan juga dari partisipasi aktif dari masyarakat dan kerjasama antara lembaga-lembaga terkait serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Itulah sebabnya, peran setiap individu dan lembaga dalam menjaga integritas, transparansi, dan profesionalisme dalam proses pemilihan umum merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan terwujudnya proses pemilihan yang demokratis dan berkualitas.