Badan Legislatif (Baleg) DPR RI berencana melakukan Revisi UU Pilkada pada hari Rabu (21/8) mendapat tanggapan dari Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari. Rencana revisi ini diduga sebagai upaya untuk menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas parpol untuk mengusung calon kepala daerah (cakada) dan batas usia cakada.
Menurut Feri, DPR maupun pemerintah seharusnya patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi karena merupakan putusan tertinggi. “Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan tertinggi dalam memaknai apa yang dimaksud oleh konstitusi, jadi setiap lembaga negara, penyelenggara negara, dan individu warga negara wajib patuh pada putusan itu, suka atau tidak suka,” ungkap Feri kepada wartawan.
Feri menilai bahwa rencana Baleg untuk membahas RUU Pilkada demi menganulir putusan MK sama saja merusak tatanan konstitusi. “Jika Baleg berupaya mengutak-atik putusan MK, Baleg sedang merusak tatanan berkonstitusi kita. Jadi Baleg harus dianggap sebagai lembaga yang telah melanggar konstitusi,” tegasnya.
Pada Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua putusan terkait UU Pilkada. Pertama adalah Putusan 60 yang berkaitan dengan ambang batas parpol untuk mengusung cakada, yang awalnya berdasarkan perolehan kursi di DPRD menjadi berdasarkan daftar pemilih tetap di wilayah tersebut. Putusan kedua adalah Putusan 70 yang terkait dengan batas minimal usia cakada. Setelah putusan ini, cakada minimal berusia 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon. Putusan ini dapat berpengaruh terhadap pencalonan putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.
Pada pandangan Feri, Baleg seharusnya mempertimbangkan dengan serius dampak dari revisi UU Pilkada terhadap tatanan konstitusi yang telah ada. Keputusan Mahkamah Konstitusi harus dihormati sebagai bagian dari sistem peradilan yang ada di Indonesia. Bagaimanapun juga, lembaga legislatif harus memastikan konsistensi dalam menjaga keberlangsungan demokrasi dan tatanan hukum yang berlaku.
Revisi UU Pilkada ini menimbulkan kekhawatiran terhadap perlindungan konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Terlebih lagi, revisi ini memunculkan polemik terkait upaya menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi pedoman utama bagi badan legislatif maupun pemerintah dalam membuat kebijakan terkait pemilu dan tata kelola pemerintahan daerah.
Dalam konteks keberlangsungan demokrasi, Badan Legislatif harus menjalankan fungsi pengawasan dan pengambilan keputusan yang responsif terhadap perkembangan hukum dan peradilan di Indonesia. Penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi merupakan bentuk nyata dari komitmen untuk menjaga konsistensi hukum dan prinsip keadilan dalam sistem peradilan Indonesia.
Terlepas dari aspirasi politik atau kepentingan tertentu, perlindungan terhadap konstitusi harus menjadi prioritas utama bagi seluruh lembaga negara. Konsolidasi konstitusi dan penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi akan menjamin terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang berkualitas dan transparan.
Secara historis, Mahkamah Konstitusi telah memainkan peran kunci dalam penegakan aturan konstitusi dan perlindungan hak-hak dasar warga negara. Oleh karena itu, revisi UU Pilkada haruslah dilakukan dengan keterbukaan dan responsif terhadap kebutuhan penguatan institusi dan perlindungan konstitusi secara keseluruhan.
Pemangku kepentingan, baik dari lembaga legislatif maupun pemerintah, harus memastikan bahwa proses revisi UU Pilkada tidak mengesampingkan nilai-nilai konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Upaya untuk mengamandemen undang-undang harus senantiasa memperhatikan keseimbangan kekuasaan diantara lembaga negara dan menjunjung tinggi harkat dan martabat konstitusi sebagai dasar hukum yang tertinggi di negara ini.
Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang efektif antara semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa revisi UU Pilkada tidak menimbulkan konflik dengan hukum yang telah ada dalam konstitusi. Keterbukaan dan transparansi dalam proses revisi adalah kunci utama dalam memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan tetap sejalan dengan tujuan dari pembangunan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan.