Pada Senin, 22 Juli, pengusaha yang juga suami dari Sandra Dewi, Harvey Moeis, bersama dengan sosok “crazy rich” dari PIK, Helena Lim, telah dilimpahkan ke penuntut umum di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah.
Dalam pemeriksaan ini, barang bukti yang menjadi sorotan adalah tumpukan uang yang diserahkan kepada pihak kejaksaan. Tumpukan uang tersebut terdiri dari mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, serta dolar Singapura dengan estimasi total mencapai Rp 55 miliar. Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung, menjelaskan secara rinci total nilai uang yang disita tersebut.
Uang yang berasal dari Harvey Moeis meliputi USD 400.000 atau setara dengan Rp 6.482.808.000 (dengan kurs Rp 16.207) serta Rp 13.581.013.347. Sementara untuk uang Helena Lim, terdiri dari SGD 2.000.000 atau setara dengan Rp 24.115.380.000 (dengan kurs Rp 12.061), Rp 10.000.000.000, dan Rp 1.485.000.000.
Bukan hanya uang, Kejaksaan juga menyita beberapa aset lain dari kedua tersangka. Aset-aset tersebut meliputi puluhan bidang tanah dan rumah, belasan mobil, perhiasan, tas bermerek, hingga logam mulia.
Dengan adanya pelimpahan tersangka ini, penuntut umum akan segera menyiapkan dakwaan terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim. Proses ini akan berlanjut dengan pelimpahan kasus ke Pengadilan Tipikor untuk disidangkan.
Harli mengungkapkan bahwa saat ini sedang dalam proses menyiapkan surat dakwaan, mempelajari berkas perkara, dan pada waktunya akan dilimpahkan ke pengadilan. Menyusul hal ini, Kejaksaan telah menyeret total 22 tersangka, termasuk dalam dugaan perintangan penyidikan. Di antara tersangka tersebut, terdapat pengusaha yang juga merupakan suami dari Sandra Dewi, Harvey Moeis, bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, serta beberapa mantan direksi PT Timah.
Kasus megakorupsi ini disebut-sebut telah menimbulkan kerugian perekonomian dan keuangan negara sekitar Rp 300 triliun. Modus korupsi dalam kasus ini melibatkan pengumpulan bijih timah oleh sejumlah perusahaan secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Upaya ini turut melibatkan pejabat di PT Timah, yang berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara.
Pembelian smelter dengan harga yang tinggi, pembayaran biji timah illegal oleh PT Timah kepada perusahaan penambang, hingga kerugian keuangan negara oleh karena kerusakan lingkungan, semuanya menjadi faktor yang mempengaruhi kerugian negara dalam kasus ini.
Berdasarkan data yang tersedia, terdapat implikasi yang sangat serius dari kasus ini terhadap keberlangsungan perekonomian dan keuangan negara. Kerugian sejumlah triliunan rupiah yang diakibatkan oleh praktik korupsi ini, mendorong pemerintah untuk menindak tegas pelaku yang terlibat. Maka dari itu, penegakan hukum dan upaya pencegahan korupsi perlu terus digalakkan untuk menjaga kestabilan ekonomi serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Jika tidak ditangani dengan serius, kasus korupsi semacam ini dapat merusak fondasi ekonomi dan keuangan negara, serta mengancam visi percepatan pembangunan Indonesia yang berkeadilan.