Kejadian pengeroyokan terhadap Brigadir TH, anggota Ditsamapta Polda Sultra, oleh empat preman di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, telah mengejutkan masyarakat sekitar. Insiden tersebut terjadi ketika Brigadir TH enggan membayar makanan yang telah ia santap di sebuah warung.
Menurut informasi yang dilansir dari Kapolsek Poasia AKP Jumiran, kejadian tak terduga itu terjadi di warung makan di Jalan AH Nasution, Kambu, Kendari, pada Kamis, 1 Agustus 2024. Setelah Brigade TH selesai makan di warung tersebut, pelaku datang ke tempat tersebut bersama sembilan orang lainnya untuk menyantap hidangan.
Pelaku kemudian langsung menegur Brigadir TH dengan ujaran, “kamu yang bayar,” sambil menunjuk ke arahnya. Brigadir TH menolak untuk membayar makanan pesanan para pelaku, dan ini menjadi pemicu utama bagi serangan yang dialaminya. Akibat dari pengeroyokan tersebut, Brigadir TH menderita luka memar di bagian perut kiri, leher, dan wajah.
Tak hanya Brigadir TH yang menjadi korban, pemilik warung, yang berinisial AM, juga menjadi sasaran tiga pelaku lainnya. Saat berita ini ditulis, kasus ini telah membuahkan hasil dengan penangkapan dua pelaku berinisial HL (26) dan AL (22), sementara dua pelaku lainnya masih dalam pengejaran polisi.
Kejadian ini menjadi sebuah cerminan menyedihkan tentang kekerasan dan intimidasi yang sering kali dihadapi oleh para petugas kepolisian. Mereka, yang seharusnya menjadi pilar keamanan masyarakat, masih terus mengalami berbagai ancaman dan kekerasan di lingkungan kerja mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan dan keselamatan bagi petugas kepolisian merupakan hambatan yang serius dalam menjalankan tugas-tugas mereka demi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Di tengah situasi seperti ini, penting untuk memberikan dukungan lebih bagi para petugas kepolisian dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Juga, perlu adanya upaya konkret dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan bagi para petugas kepolisian. Salah satu langkah nyata yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan kerjasama antara pihak kepolisian dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan institusi-institusi lainnya yang peduli akan keamanan dan ketertiban.
Dalam hal ini, peran pemerintah daerah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi para petugas kepolisian sangatlah penting. Upaya peningkatan keamanan dan keselamatan, dengan membangun kebijakan-kebijakan yang mendukung perlindungan petugas kepolisian, perlu diprioritaskan oleh pemerintah daerah. Selain itu, perlu pula adanya pendekatan yang lebih terintegrasi antara pihak kepolisian dengan masyarakat, untuk membangun saling percaya dan saling mendukung dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Pada tingkat yang lebih luas, perlindungan terhadap petugas kepolisian juga merupakan tanggung jawab bersama bagi seluruh masyarakat. Dukungan moral dan kepercayaan kepada aparat kepolisian perlu ditanamkan secara lebih kuat dalam masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan sosial dan edukasi publik yang meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya peran petugas kepolisian dalam menjaga keamanan masyarakat.
Selain itu, perlindungan hukum bagi para petugas kepolisian juga penting untuk diperkuat. Kejadian seperti pengeroyokan terhadap Brigadir TH di Kendari harus menjadi momentum untuk meneguhkan komitmen dalam memberikan perlindungan hukum yang proporsional bagi para petugas kepolisian. Instrumen hukum yang ada perlu dievaluasi agar dapat memberikan kepastian hukum yang kuat bagi para petugas kepolisian yang menjadi korban kekerasan.
Kejadian pengeroyokan terhadap para petugas kepolisian, termasuk kasus yang menimpa Brigadir TH di Kendari, harus dijadikan sebagai titik tolak untuk menyadari pentingnya memperkuat perlindungan dan keselamatan bagi para petugas kepolisian. Dukungan nyata dan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para petugas kepolisian, sehingga mereka dapat menjalankan tugas-tugas mereka dengan penuh kepercayaan diri dan tanpa rasa takut.