Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Ground-Mounted terbesar dengan kapasitas 100 megawatt peak (MWp) yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, PLTS ground-mounted yang resmi beroperasi ini memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar sebagai fasilitas pembangkit listrik. PLTS ini juga menjadi simbol transisi energi menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan bagi Indonesia. Jisman menekankan bahwa peresmian PLTS Ground-Mounted 100 MWp menunjukkan potensi besar Indonesia dalam pengembangan energi surya, sejalan dengan pernyataan bahwa Indonesia memiliki potensi energi surya yang luar biasa mencapai 3.295 GW.
Namun, saat ini pemanfaatan energi surya baru sekitar 270 MW dari potensi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi besar untuk mengoptimalkan penggunaan energi surya sebagai upaya transisi energi secara lebih luas baik di tingkat regional maupun global. Untuk mewujudkannya, perencanaan penyediaan tenaga listrik yang lebih bersih dan andal perlu dioptimalkan.
Di samping itu, Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PT PLN (Persero), juga menyoroti bahwa proyek PLTS Ground-Mounted 100 MWp berhasil diselesaikan dalam waktu singkat, yakni hanya dalam 7 bulan. Hal ini menunjukkan kolaborasi yang baik dari berbagai pihak dalam mengakselerasi transisi energi menuju Net Zero Emission.
Adi Dharmanto, Direktur Utama PT Aruna Hijau Power, yang merupakan pengembang proyek ini, menyampaikan bahwa PLTS Ground-Mounted 100 MWp di Purwakarta menggunakan 160.000 panel PV dan mampu menghasilkan energi sebesar 150 GWh per tahun. Selain itu, penggunaan teknologi bifacial pada PV modul ini juga dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi emisi karbon sebesar 118.725 ton CO2.
Proyek pembangunan PLTS ini melibatkan berbagai pihak, antara lain PT PLN (Persero) sebagai pemasok listrik Tata Jabar Sejahtera (TJS) dan PLN Batam, serta PT Besland Pertiwi sebagai pemilik lahan proyek. Kolaborasi antara PLN Batam dan PT Aruna Cahaya Pratama ini juga diperkuat dengan entitas PT Aruna Hijau Power (AHP), dengan komposisi kepemilikan saham PT Aruna sebanyak 80 persen dan PT PLN Batam sebanyak 20 persen.
Pembangunan PLTS ini juga menggunakan 160.000 modul panel surya dengan kapasitas 630 Wp, yang merupakan yang pertama di Indonesia. Teknologi bifacial yang digunakan pada PV modul ini memiliki kemampuan meningkatkan efisiensi dari PV tersebut. Total inverter yang digunakan mencapai 240 unit, dan PLTS ini dibangun di 5 lokasi berbeda dengan total luas lahan mencapai 80 hektar lebih, menjadikannya proyek pembangunan PLTS terbesar di Indonesia.
Dengan beroperasinya PLTS Ground-Mounted terbesar di Indonesia ini, diharapkan dapat menjadi tonggak awal bagi pengembangan energi surya di Indonesia, serta mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. PLTS ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional secara lebih bersih dan berkelanjutan.
Pentingnya pengembangan PLTS tidak hanya terletak pada aspek ketersediaan energi listrik, tetapi juga pada aspek lingkungan. Di tengah isu perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan, pengembangan energi terbarukan seperti PLTS memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pengembangan PLTS seharusnya menjadi prioritas dalam agenda energi nasional.
Keberhasilan PLTS Ground-Mounted 100 MWp di Purwakarta juga seharusnya menjadi inspirasi bagi pengembangan proyek serupa di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan PLTS juga harus diperkuat sebagai bagian dari komitmen bersama dalam mempercepat transisi energi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat terus memperluas penggunaan energi terbarukan, terutama energi surya, sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, perusahaan swasta, dan masyarakat sangat diperlukan dalam mencapai tujuan ini. Dengan demikian, visi Indonesia sebagai pemimpin dalam transisi energi di tingkat regional dan global dapat segera terwujud.