Menu

News

PDIP Gelar Pertunjukan Wayang Lakon Sumatri Ngenger: Menjadi Cermin Demokrasi yang Dibajak

badge-check


PDIP Gelar Pertunjukan Wayang Lakon Sumatri Ngenger: Menjadi Cermin Demokrasi yang Dibajak Perbesar

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar pertunjukan wayang kulit dengan lakon Sumatri Ngenger di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada malam Sabtu (3/8). Pagelaran seni ini secara simbolis dilakukan untuk memperingati peristiwa Kudatuli, yang dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah perjuangan demokrasi di Indonesia.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menjelaskan bahwa salah satu tokoh utama dalam lakon tersebut adalah Kumbukarno; seorang satria yang memiliki kepekaan terhadap kebenaran, namun tidak berani bertindak.

Menurut Hasto, pertunjukan wayang ini juga mencerminkan realitas saat ini di mana banyak orang melihat adanya ketidakadilan dan demokrasi yang terkooptasi oleh kekuasaan, namun lebih memilih untuk diam daripada melakukan perlawanan, seperti halnya sikap Kumbukarno dalam lakon tersebut.

Lebih lanjut, Hasto menjelaskan bahwa dalam lakon tersebut juga terdapat tokoh Bambang Sumantri yang digambarkan sebagai sosok yang sombong. Tokoh ini malu memiliki adik yang memiliki penampilan fisik yang kurang menarik. Ironisnya, adiknya justru telah membantu Bambang Sumantri melaksanakan berbagai tugasnya.

“Hal tragis terjadi ketika adiknya tewas karena malu Bambang Sumantri mengakui hubungan kekeluargaannya,” ungkap Hasto.

Menurut Hasto, pagelaran wayang tersebut juga mencerminkan realitas politik dalam teori Hannah Arendt tentang budaya politik kekuasaan. Kekuasaan politik memiliki asalnya dari gagasan dan kekuatan kolektif, bukan semata-mata berasal dari aktor yang memegang kekuasaan.

Dari penjelasan tersebut, kita dapat melihat bahwa pertunjukan wayang lakon Sumatri Ngenger yang diselenggarakan oleh PDIP bukan hanya sekadar sebuah hiburan seni tradisional, tetapi juga mengandung pesan politik yang dalam. Dalam menceritakan kisah-kisah tokoh dalam lakon tersebut, PDIP turut menyoroti realitas dan tantangan-tantangan politik yang tengah dihadapi dalam konteks demokrasi di Indonesia.

Pertunjukan ini juga dapat diinterpretasikan sebagai usaha PDIP untuk mempromosikan kesadaran politik dan kritisisme terhadap pemerintah. Walaupun melalui simbol-simbol seni tradisional, pesan-pesan yang disampaikan mengenai upaya perlawanan terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan tetap relevan dalam konteks demokrasi modern. Dalam pandangan PDIP, pertunjukan wayang lakon Sumatri Ngenger tidak hanya menghibur, melainkan juga menjadi cermin yang menggambarkan realitas demokrasi yang tengah dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini.

Dalam konteks budaya politik, pertunjukan seni tradisional seperti wayang tak jarang digunakan sebagai sarana untuk menyuarakan kritik sosial dan politik. Melalui simbol-simbol dalam pertunjukan wayang, PDIP dengan jelas menyampaikan pesan-pesan terkait dengan permasalahan dan tantangan dalam demokrasi di Indonesia. Dalam masyarakat Jawa, wayang tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai medium penyampaian pesan moral dan politik.

Penggunaan tokoh-tokoh dalam lakon Sumatri Ngenger, yang sesuai dengan kondisi politik dan sosial saat ini, dapat dianggap sebagai strategi untuk menyuarakan aspirasi politik dan menyebarkan kesadaran demokrasi kepada masyarakat luas, terutama para pendukung PDIP. Dalam konteks ini, pembawaan Bambang Sumantri yang sombong dan perilaku Kumbukarno yang pasif mungkin saja dijadikan sebagai cerminan sosok-sosok politik yang ada dalam lingkup pemerintahan saat ini.

Melalui pertunjukan wayang dengan tema Sumatri Ngenger, PDIP juga mencoba menarik perhatian masyarakat akan pentingnya politik yang kritis dan bertanggung jawab. Kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dalam mengawasi dan mengkritisi kekuasaan politik diharapkan dapat meningkat melalui penyebarluasan pesan-pesan yang terkandung dalam pertunjukan tersebut.

Jika kita melihat secara lebih luas, pertunjukan wayang lakon Sumatri Ngenger yang dilakukan oleh PDIP juga melibatkan citra dan narasi sejarah bangsa. Sumatri Ngenger sendiri adalah tokoh pewayangan yang legendaris dalam budaya Jawa. Dengan memilih lakon Sumatri Ngenger, PDIP juga secara tidak langsung mengaitkan pesan-pesan dalam pertunjukan tersebut dengan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa, yang tentunya memberikan kedalaman makna dan relevansi yang lebih dalam bagi penonton.

Dari sudut pandang politis, pertunjukan wayang lakon Sumatri Ngenger juga bisa dianggap sebagai strategi dari PDIP untuk memenangkan hati masyarakat. Dengan mengemas pesan politik dalam bentuk yang lebih lembut dan ‘bermain’, PDIP dapat lebih mudah memasukkan agenda-agenda politiknya kepada khalayak tanpa terkesan terlalu ‘bersuara’ secara langsung. Dalam hal ini, wayang sebagai seni tradisional memiliki daya tarik dan keistimewaan tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan terkait politik dan demokrasi.

Sebagai partai politik yang memiliki sejarah panjang dan kuat dalam konteks politik Indonesia, PDIP terus mengembangkan berbagai strategi untuk memperkuat basis dukungan dan memberikan pesan politiknya kepada rakyat. Pertunjukan wayang lakon Sumatri Ngenger dapat diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk strategi tersebut.

Dengan mempertontonkan lakon Sumatri Ngenger, PDIP juga ingin menyampaikan bahwa mereka sebagai partai politik tidak hanya terlibat dalam arena politik formal, tetapi juga peduli terhadap kesenian dan budaya bangsa. Melalui pertunjukan seni tradisional, PDIP mencoba memperlihatkan identitasnya sebagai partai politik yang merangkul keberagaman seni dan budaya di Indonesia.

Facebook Comments Box

Read More

TVS Callisto 110 Intelligo: Pilihan Matic Retro Lebih Murah dengan Konektivitas Smartphone

8 January 2025 - 11:28 WIB

Kenali 4 Perbedaan Plat Nomor Mobil Listrik

19 December 2024 - 22:16 WIB

Pentingnya Bank Garansi dan Surety Bond dalam Dunia Bisnis

13 December 2024 - 23:46 WIB

Mengenal Precast Saluran Air dan Saluran Beton Pracetak

13 December 2024 - 23:36 WIB

Investasi Halal di Era Digital: Menjangkau Kesuksesan dengan Etika dan Prinsip

8 December 2024 - 14:36 WIB

Trending on Iklan