Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi (MK), Heru Setiawan, memperkirakan bahwa sengketa Pilkada 2024 akan mencapai 324 perkara. Prediksi ini didasarkan pada pelaksanaan Pilkada 2017. Heru menyampaikan hal ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Sekjen Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Ia menyebutkan bahwa perkara yang diregistrasi diperkirakan mencapai 59,45 persen dari 545 daerah penyelenggara Pilkada.
“MK memperkirakan perkara pemilihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang diregistrasi adalah sebanyak 324 perkara dari 545 daerah atau 59,45 persen. Asumsi ini didasarkan pada presentasi penanganan perkara pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota tertinggi pada tahun 2017, yaitu sebesar 59,41 persen,” ucap Heru dalam rapat di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (4/9/2024).
Heru menyinggung bahwa saat ini KPU sudah menetapkan 545 daerah pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, dengan rincian terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 39 kota.
“Izinnya, KPU telah menerima sebanyak 1.518 Paslon kepala daerah dengan rincian 51 paslon perseorangan dan 1.467 paslon diusung parpol,” tambahnya.
Meskipun demikian, Heru menyatakan bahwa MK telah menyiapkan tindak lanjut atas perkara yang masuk. Menurutnya, hal ini tertuang dalam Peraturan MK No 4 Tahun 2024 tentang Tahapan Kegiatan dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
“Terhadap potensi masuknya perkara, MK telah menetapkan Peraturan MK No 3 Tahun 2024 tentang tata beracara dalam perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota,” imbuhnya.
Dalam satu kesempatan, Heru Setiawan, Sekjen MK, mengungkapkan bahwa prediksi sengketa Pilkada 2024 akan mencapai 324 perkara berpotensi menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama terkait keabsahan hasil Pilkada. Angka yang cukup signifikan ini menjadi perhatian serius bagi lembaga pengawas pemilu maupun pihak-pihak terkait.
Menurut Heru, prediksi ini tidak muncul begitu saja, melainkan menjadi hasil analisa data dan pola sebelumnya, khususnya dari pelaksanaan Pilkada 2017. Dari data yang tersedia, perkara pemilihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang diregistrasi pada Pilkada 2017 mencapai 59,41 persen dari total daerah penyelenggara Pilkada.
Prediksi sengketa sebanyak 324 perkara ini menjadi perhatian serius bagi pihak terkait, terutama dalam hal penanganan dan penyelesaian sengketa Pilkada. Langkah-langkah persiapan juga perlu dilakukan agar MK dapat mengatasi beban kerja yang semakin meningkat.
Menanggapi prediksi ini, beberapa pihak menilai bahwa kondisi politik dan pemilihan di daerah yang semakin kompleks menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah sengketa Pilkada. Selain itu, ketidakpuasan dari beberapa pihak terhadap hasil Pilkada juga turut berperan dalam memicu sengketa serta upaya hukum yang kemudian harus ditanggulangi oleh MK.
Meskipun telah melakukan prediksi berdasarkan data dari Pilkada 2017, Heru Setiawan juga menegaskan bahwa pihak MK tetap terbuka terhadap kemungkinan adanya perkara lain yang muncul selain dari yang diprediksi. Oleh karena itu, MK telah menyiapkan Peraturan MK No 4 Tahun 2024 tentang tahapan kegiatan dan jadwal penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Hal ini menjadi wujud komitmen MK dalam menanggapi sengketa Pilkada 2024 dengan tindakan yang terukur dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Dengan potensi yang cukup besar, MK juga harus memastikan bahwa penyelesaian sengketa Pilkada dilakukan secara obyektif dan profesional tanpa adanya intervensi apapun dari pihak manapun. Hal ini menjadi penting karena sebuah putusan dari MK dalam sengketa Pilkada memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilias politik dan keamanan di daerah yang bersangkutan.
Perkembangan teknologi dan informasi juga diharapkan dapat dimanfaatkan oleh MK dalam menangani sengketa Pilkada. Keberadaan teknologi dapat mempercepat proses penanganan sengketa, sehingga keputusan MK dapat segera diambil dan memberikan kejelasan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
Dalam konteks ini, pengawasan dan transparansi dalam penanganan sengketa Pilkada juga menjadi hal yang sangat penting untuk ditekankan oleh MK. Dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait tahapan penanganan sengketa Pilkada, MK dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelesaian sengketa yang dilakukan.
Secara keseluruhan, prediksi sengketa Pilkada 2024 yang mencapai 324 perkara menjadi sebuah isu yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait. Langkah-langkah penyiapan dan penanganan sengketa perlu dilakukan dengan matang agar MK dapat terus menjaga independensi, objektivitas, dan profesionalisme dalam menangani sengketa Pilkada demi tercapainya keadilan dan keamanan dalam proses demokrasi di Indonesia.