Kebebasan yang diperoleh Ronald Tannur dari vonis majelis hakim PN Surabaya terkait kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas kematian korban? Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai bahwa putusan bebas tersebut tidak mencerminkan gambaran kasus secara utuh, karena hakim hanya mempertimbangkan sebagian fakta dalam persidangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyoroti alasan vonis bebas yang didasarkan pada ketiadaan saksi dalam kasus tersebut. Menurut Harli, majelis hakim seharusnya mempertimbangkan fakta lain yang muncul di persidangan, seperti hubungan antara korban dan pelaku, bukti CCTV, visum et repertum yang menggambarkan luka yang dialami oleh korban, serta fakta-fakta lain yang relevan.
Harli juga menegaskan bahwa hakim seharusnya melihat kasus ini secara holistik dan mempertimbangkan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHP. Dalam konteks ini, Kejagung masih menunggu salinan putusan dari PN Surabaya untuk mempelajari secara utuh putusan hakim. Di sisi lain, jaksa juga akan menempuh kasasi dalam kasus tersebut.
Sebelum putusan bebas, jaksa menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar restitusi kepada keluarga korban sebesar Rp. 263,6 juta. Hal ini mencerminkan harapan dari pihak jaksa bahwa keadilan akan terwujud bagi korban dan keluarganya.
Kejagung sendiri memandang bahwa fakta-fakta yang ada dalam kasus ini menunjukkan adanya keterlibatan dan tanggung jawab dalam kematian korban. Oleh karena itu, keterlibatan pelaku dalam peristiwa ini perlu dievaluasi dengan cermat dan tidak hanya ditinjau dari satu sudut pandang saja. Ada pertanyaan yang perlu dijawab dengan jelas: siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas kematian Dini Sera Afrianti?
Penting untuk mencermati bahwa vonis bebas terhadap Ronald Tannur bukanlah akhir dari perjuangan dalam mencari keadilan. Keadilan yang sempurna harus mampu mempertimbangkan semua fakta dan alat bukti yang ada, serta memberikan jawaban yang memuaskan terkait tanggung jawab atas kematian seorang individu. Semua pihak terkait harus tetap menjunjung tinggi supremasi hukum dan keadilan demi kepentingan bersama para korban.
Keputusan bebas ini menjadi momentum penting bagi sistem peradilan Indonesia untuk memperbaiki proses pengadilan dan memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh majelis hakim benar-benar mencerminkan keadilan bagi semua pihak. Semoga kasus ini dapat mendorong upaya-upaya lebih lanjut dalam memperkuat sistem peradilan di Indonesia, sehingga setiap putusan pengadilan dapat memberikan keadilan yang seutuhnya bagi semua pihak terkait. Tanpa adanya keadilan yang seutuhnya, keraguan dan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum akan terus menghantui masyarakat.