Belasan faksi Palestina meneken perjanjian damai yang diselenggarakan di China pada Selasa (23/7) atas mediasi Menteri Luar Negeri China, Wang Yi. Perjanjian tersebut melibatkan Hamas dan Fatah, yang akan membentuk pemerintahan rekonsiliasi untuk mengatur Gaza setelah perang.
Namun, Israel mengecam kesepakatan tersebut. Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menegaskan bahwa pemerintahan Hamas harus dihancurkan. Selain itu, dia menyalahkan Presiden Palestina Fatah, Mahmud Abbas, atas dukungannya terhadap serangan Hamas yang memicu konflik dengan Israel pada 7 Oktober.
Israel yang merasa terancam dengan keterlibatan Hamas dalam pemerintahan Gaza juga direspon oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang berjanji untuk melanjutkan perang hingga Hamas hancur.
Di sisi lain, China sebagai mediator perdamaian juga pernah sukses dalam memfasilitasi perjanjian pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi pada tahun sebelumnya. Pada kesempatan ini, China mendapat pujian atas peranannya sebagai pendukung rekonsiliasi di wilayah Timur Tengah.
Dalam respons atas pertemuan di China, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyoroti Presiden Palestina yang disebutnya “mengakui tindakan pembunuhan dan pemerkosaan yang dilakukan Hamas”. Katz juga menolak peran Otoritas Palestina di Gaza, dengan menuding bahwa Abbas hanya akan mengawasi Gaza dari kejauhan.
Konflik antara Hamas dan Fatah sendiri bermula dari pemilu pada tahun 2006, yang dimenangkan oleh Hamas. Pemilu tersebut berakhir dengan pertikaian yang memicu perpecahan antara Hamas dan Fatah.
Sejak 2007, Hamas berkuasa secara mandiri di Gaza, sementara Fatah memegang kendali atas Otoritas Palestina di Tepi Barat yang masih diduduki oleh Israel.
Dengan upaya rekonsiliasi yang kini sedang dilakukan antara Hamas dan Fatah, prospek perdamaian di Palestina menjadi semakin penting bagi kestabilan regional. Kehadiran China sebagai mediator diharapkan dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan bagi konflik yang sudah berkecamuk bertahun-tahun di Timur Tengah.
Sebagai negara dengan hubungan politik yang kuat di kawasan tersebut, China menunjukkan keseriusannya untuk mengatasi konflik di Palestina dengan menjadi mediator antara Hamas dan Fatah. Kemajuan rekonsiliasi ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perdamaian di wilayah yang kini masih rentan konflik tersebut.
Demikianlah perkembangan terkini terkait perdamaian antara Hamas dan Fatah di China yang turut melibatkan Israel sebagai pihak yang turut bersikap tegas terhadap perkembangan ini. Kehadiran China sebagai mediator diharapkan dapat membawa angin segar bagi proses perdamaian di Timur Tengah.