Kasus dugaan pencabulan terhadap santriwati di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Majalaya, Karawang, menjadi sorotan utama. Pimpinan ponpes tersebut kini menjadi buron dan diburu oleh pihak kepolisian atas tuduhan yang mengejutkan ini. Para orang tua korban telah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib pada Rabu (7/8).
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sanggabuana Karawang, selaku pendamping para korban, mengungkapkan bahwa para santriwati yang menjadi korban dugaan pencabulan berusia rata-rata 13 hingga 15 tahun dan masih duduk di bangku SMP. Data yang dihimpun menyebutkan bahwa jumlah korban diperkirakan mencapai 20 anak, bahkan mungkin lebih. Namun, hingga saat ini baru enam korban yang melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, kata Saepul Rohman, Sekretaris LBH Sanggabuana Karawang, dalam keterangannya di Mapolres Karawang. Kejadian pelecehan ini diduga telah berlangsung sejak bulan April 2024.
Pihak LBH Sanggabuana Karawang juga mengungkapkan modus operandi yang digunakan oleh pelaku dalam melakukan pencabulan terhadap korban. Para korban dilaporkan mengalami berbagai bentuk modus, mulai dari diwajibkan melepaskan pakaian satu per satu hingga menonton film porno bersama-sama. Seolah-olah tindakan pencabulan ini merupakan bagian dari hukuman, para korban diperintahkan untuk membuka pakaian mereka satu per satu. Tak hanya itu, terlapor juga diketahui melakukan tindakan cabul pada saat para korban sedang mengaji, dengan meraba-raba bagian payudara korban dari belakang, ungkap Saepul. Akibat peristiwa traumatis ini, para korban kini mengalami dampak psikologis yang serius.
Kasatreskrim Polres Karawang, AKBP Nazal Fawwaz, menjelaskan bahwa pelaku berhasil melarikan diri setelah mengetahui bahwa para korban telah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Kini, upaya pengejaran terhadap pelaku terus dilakukan oleh pihak kepolisian untuk memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan bagi para korban.
Kasus dugaan pencabulan terhadap santriwati ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam terutama di kalangan masyarakat pedesaan yang masih sangat mengandalkan lembaga pendidikan keagamaan seperti pondok pesantren. Diperlukan langkah tegas dan transparansi dari pihak berwajib dalam menangani kasus semacam ini agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tetap terjaga. Selain itu, perlindungan terhadap kaum muda, terutama dalam lingkungan pendidikan, harus dijamin secara menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.