Warga Aceh dihebohkan oleh sebuah video viral yang menampilkan sosok Rara Istiati Wulandari, atau yang biasa dipanggil sebagai Rara Pawang Hujan, berada di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya, Banda Aceh. Dalam video tersebut, Rara terlihat berjalan di pinggir stadion sambil memegang sesajen dan menengadahkan kepala ke langit.
Pengurus Besar Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 wilayah Aceh, mengekspresikan rasa kesalahannya atas kejadian tersebut, menganggapnya tidak sesuai dengan syariat Islam yang diterapkan di Aceh. PB PON Wilayah Aceh juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengundang maupun mendatangkan pawang hujan tersebut.
Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, mengetahui hal tersebut dan langsung memanggil penanggung jawab proyek Stadion Harapan Bangsa, yakni PT WIKA dan PT Nindya Karya, untuk mengklarifikasi praktik yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam dan budaya Aceh.
“PT WIKA dan PT Nindya Karya, KSO, yang bertanggung jawab atas proyek di Stadion Harapan Bangsa, akhirnya memulangkan Rara Istiati Wulandari, seorang pawang hujan, setelah videonya viral dan menuai kontroversi,” kata Safrizal kepada wartawan, Rabu (28/8).
Dari penuturan pihak perusahaan, kata Safrizal, kehadiran pawang hujan itu adalah inisiatif dari pekerja proyek yang bermaksud mengantisipasi hujan agar tidak mengganggu pekerjaan di stadion.
Namun mereka mengakui bahwa inisiatif tersebut diambil tanpa mempertimbangkan sensitivitas masyarakat Aceh yang menjunjung nilai-nilai keislaman dan budaya lokal.
Hari ini pihak perusahaan langsung memulangkan Rara melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, pada penerbangan siang hari, Rabu (28/8).
Safrizal menekankan bahwa tindakan yang tidak sesuai dengan syariat dan budaya lokal tidak dapat diterima. Terlebih lagi dalam konteks proyek besar yang melibatkan banyak pihak.
“Aceh adalah daerah yang sangat menjaga nilai-nilai keislaman, setiap kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut harus dihentikan,” kata Safrizal.
Diketahui pembukaan PON XXI Aceh-Sumut akan digelar pada 9 September 2024 di Stadion Harapan Bangsa. Pembangunan stadion tersebut kini belum rampung sepenuhnya.
Kontroversi yang melibatkan kehadiran pawang hujan dalam proyek PON Aceh menimbulkan berbagai kritik dari masyarakat maupun pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara tersebut. Aspek kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Aceh menjadi sorotan utama dalam peristiwa ini.
Menanggapi hal ini, perlu dipahami bahwa keberadaan pawang hujan memiliki makna penting dalam kehidupan masyarakat tradisional, termasuk di Aceh. Meskipun demikian, hal ini juga memunculkan pertanyaan mengenai penyesuaian dengan kondisi zaman yang semakin modern dan berkembang.
Penyelenggaraan acara sebesar PON memang memerlukan persiapan yang matang dari berbagai aspek, termasuk faktor cuaca. Namun, hal ini seharusnya diiringi dengan pengelolaan yang menghormati nilai-nilai lokal dan kepercayaan masyarakat setempat.
Mengingat Aceh memiliki kekhasan budaya dan agama yang kuat, sikap penghormatan terhadap nilai-nilai tersebut seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan yang dilakukan di wilayah tersebut.
Selain itu, ketidaksinkronan antara keputusan para pihak terkait dengan sensitivitas kebudayaan dan keagamaan masyarakat Aceh juga menimbulkan keraguan terhadap keseriusan dan tanggung jawab dalam menjalankan proyek-proyek besar seperti PON.
Penting untuk menekankan bahwa komunikasi yang baik antara pihak penyelenggara, pihak terkait proyek, dan masyarakat merupakan kunci utama dalam memastikan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal. Dalam hal ini, upaya untuk mendengarkan aspirasi dan kekhawatiran masyarakat setempat seharusnya menjadi bagian integral dari perencanaan dan implementasi proyek-proyek besar semacam ini.
Hal ini juga membuka peluang untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan proyek-proyek besar yang tidak hanya mengutamakan aspek teknis, tetapi juga memperhatikan aspek budaya, sosial, dan keagamaan masyarakat setempat. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait seperti tokoh adat, ulama, dan pemangku kepentingan lokal harus menjadi prioritas dalam memastikan keberlanjutan proyek-proyek besar yang dijalankan di wilayah dengan kekayaan budaya yang kaya dan kuat seperti Aceh.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, proyek-proyek besar seperti pembangunan stadion PON harus melibatkan pihak-pihak terkait dalam sebuah dialog yang inklusif untuk memastikan bahwa nilai-nilai lokal tidak terabaikan dalam setiap tahapan perencanaan dan implementasi.
Pertimbangan etika dan nilai-nilai lokal harus selalu diintegrasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek demi memastikan keseimbangan antara perkembangan modern dan pelestarian warisan budaya. Dengan demikian, proyek-proyek besar seperti PON dapat menjadi momentum yang positif bagi pengembangan wilayah, tanpa meninggalkan identitas dan keunikan budaya lokal.
Selain itu, regulasi yang mendukung kolaborasi dalam pengelolaan proyek-proyek besar juga perlu diperkuat untuk memastikan bahwa setiap langkah pengembangan wilayah dapat berjalan sejalan dengan kepentingan masyarakat setempat. Keberadaan regulasi yang kuat dapat memberikan pijakan yang jelas bagi para pihak terlibat dalam proyek-proyek besar untuk melakukan tindakan yang menghormati budaya dan tradisi setempat.
Dengan adanya insiden yang melibatkan kehadiran pawang hujan dalam proyek PON Aceh, menjadi momentum penting untuk memperbaiki regulasi serta memperkuat kolaborasi antara pihak terkait dalam pengelolaan proyek-proyek besar. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan proyek-proyek besar, tetapi juga memastikan penghormatan terhadap budaya dan tradisi lokal dalam setiap tahapan pembangunan.
Dengan demikian, upaya-upaya untuk mengatasi masalah sensitivitas terhadap nilai-nilai lokal dalam proyek-proyek besar seharusnya menjadi bagian integral dari agenda pembangunan dan pengembangan wilayah. Kolaborasi yang baik antara pihak terkait, regulasi yang mendukung, serta penghormatan terhadap nilai-nilai lokal merupakan langkah krusial dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan modern dan pelestarian kekayaan budaya lokal.
Dalam konteks proyek-proyek besar seperti PON, pengelolaan yang menghormati kearifan lokal bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonis dengan identitas dan nilai-nilai masyarakat setempat. Dengan demikian, insiden-insiden yang melibatkan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai lokal dapat dihindari, menjaga hubungan harmonis antara pengembangan wilayah dan penghargaan terhadap budaya dan tradisi yang ada.