Amnesty International Indonesia mencatat sejumlah tindakan represif polisi saat mengamankan unjuk rasa penolakan Revisi UU Pilkada di sejumlah daerah. Direktur Eksekutif Amnesti International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa pengamanan tersebut jauh dari slogan yang kerap disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menurut Usman Hamid, sejak Kamis (22/8) pagi, pihaknya telah memantau jalannya unjuk rasa di berbagai daerah. Tampak jalannya pengamanan unjuk rasa yang awalnya kondusif berujung brutal. Ia menyatakan bahwa pengamanan yang semula kondusif, berujung brutal, dan fatalnya, ini bukan pertama kalinya terjadi. Aparat yang brutal tersebut seolah tidak belajar dari sejarah, bahwa penggunaan kekuatan eksesif telah merenggut hak asasi manusia, mulai dari hak untuk berkumpul damai, hingga hak untuk hidup tanpa disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi.
Usman Hamid menegaskan bahwa peserta unjuk rasa bukanlah kriminal sehingga tidak pantas diperlakukan dengan tindakan represif. Menurutnya, mereka hanyalah warga yang mengkritik pejabat dan lembaga negara. Ia menambahkan bahwa bahkan jika melanggar hukum pun, mereka tidak boleh diperlakukan dengan tindakan brutal.
Menurut Amnesty International Indonesia, polisi gagal memahami makna unjuk rasa. Penangkapan yang dilakukan polisi terhadap peserta unjuk rasa menurut Usman, menunjukkan penegakan hukum yang tidak profesional. Ketika terjadi perusakan pagar Gedung DPR RI, Usman Hamid menilai bahwa hal itu tidak dapat dijadikan alasan polisi untuk berlaku brutal terhadap pengunjuk rasa. Usman juga menyoroti kekerasan yang dilakukan oleh aparat yang dianggap tidak perlu. Menurutnya, kekuatan hanya bisa dipakai ketika polisi bertindak untuk melindungi atau menyelamatkan jiwa, baik jiwa peserta aksi maupun petugas.
Lebih lanjut, Usman Hamid mengatakan bahwa polisi gagal memaknai hak berunjuk rasa yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional. Ia pun mendesak agar para oknum polisi yang melakukan tindakan kekerasan harus diproses hukum. Penggunaan kekuatan yang eksesif, seperti kekerasan, peluru karet, gas air mata, kanon air, maupun tongkat pemukul, tidak diperlukan sepanjang tidak ada ancaman nyata.
Usman Hamid juga menyoroti gagalnya DPR dan Pemerintah dalam menghormati hak warga negara dalam setiap membuat kebijakan. Dia juga menyesalkan kurangnya profesionalisme Polri dalam menangani aksi unjuk rasa, sesuai dengan slogan yang selalu disampaikan Kapolri.
Dalam konteks ini, penegakan hukum yang profesional serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya dalam situasi unjuk rasa, menjadi hal yang sangat penting. Kedua belah pihak, baik aparat keamanan maupun peserta unjuk rasa, harus memahami batasan-batasan yang patut untuk dijunjung dalam menyuarakan pendapat dan aspirasi mereka.
Untuk itu, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam situasi unjuk rasa harus dijamin oleh negara. Polisi diwajibkan untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa menyalahi hak-hak yang dijamin oleh konstitusi. Di sisi lain, peserta unjuk rasa juga memiliki kewajiban untuk menyuarakan pendapat dengan cara yang damai dan tertib, tanpa merugikan pihak lain.
Selain itu, keterlibatan DPR dan Pemerintah dalam pembuatan kebijakan juga harus memperhatikan hak warga negara dan aspirasi masyarakat. Disamping itu, pihak berwenang, khususnya aparat keamanan, harus mampu menghadapi situasi yang diluar ekspektasi tanpa merusak prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Dalam konteks dukungan internasional, kejadian seperti ini juga perlu menjadi perhatian masyarakat internasional. Kondisi hak asasi manusia, terutama dalam situasi unjuk rasa, adalah tolok ukur bagi kedewasaan demokrasi suatu negara. Kerja sama internasional dalam pemantauan dan pengawasan hak asasi manusia dapat menjadi faktor pendukung bagi implementasi penghormatan hak asasi manusia di Indonesia.
Kesimpulannya, perlindungan hak asasi manusia dan penghormatan terhadap hak berunjuk rasa adalah komitmen penting dalam menjaga keamanan dan keadilan di Indonesia. Usman Hamid menegaskan bahwa semua pihak, termasuk aparat pemerintah, perlu memahami pentingnya hak asasi manusia dalam setiap langkah pengamanan dan penegakan hukum. Penegakan hukum yang profesional akan memastikan kedamaian dan keadilan bagi seluruh warga negara. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa situasi seperti ini tidak terulang di masa depan. Dengan demikian, keberadaan aparat penegak hukum yang profesional dan pihak berwenang yang memperhatikan hak asasi manusia akan menjadi landasan utama bagi terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera di Indonesia.